Game Bisa Membuat Orang Fun & Happy
Secara harfiah Agate adalah batu dengan warna paling beragam yang
mengandung senyawa SiO2. Cantiknya batu ini membuat siapa saja yang
mengenakannya tampil lebih memesona dan menghadirkan kebahagiaan. Esensi
bahagia itulah yang rupanya diadopsi oleh game developer potensial asal Kota Kembang yang kebetulan memiliki identitas serupa, Agate.
Berdiri tiga tahun silam, Agate yang dibesut oleh 18 pemuda brilian
ini boleh dibilang “badung” untuk melewati berbagai ujian agar eksis
dalam ekosistem game. Bayangkan, mereka memulai bisnis ini tanpa skill manajemen dan miskin track record
membuat game yang laku di pasar. Namun, hal itu tidak menyurutkan
semangat “para generasi Y” ini. Kegagalan justru melecut mereka untuk
lebih baik.
Berpayungkan kesamaan visi untuk menghadirkan kebahagiaan melalui
game, Agate lambat laun mulai menunjukkan taringnya. Produk-produk
mereka mulai berbicara di pasar internasional. Bagaimana Agate menyikapi
respons para gamer terhadap produk inovasi Agate? Berikut wawancara
Fekum Ariesbowo W. dari Warta Ekonomi dengan Arief Widhiyasa, CEO Agate,
di sela-sela acara Indonesia Banking Expo (IBEX) 2012, Jakarta, Sabtu
(30/6) lalu.
Menurut Anda, apa sebenarnya daya tarik utama bisnis game ini?
Kami percaya bahwa bisnis ini adalah bisnis masa depan. Hal itu selaras dengan visi Agate, live the fun way. Kami ingin menggunakan game untuk meng-attract orang agar dapat menikmati hidupnya. Agate adalah kebahagiaan.
Konsep game yang dikembangkan Agate seperti apa?
Kami mengembangkan semua. Sulit membicarakannya secara spesifik. Kami memberikan sepenuhnya kepada tim kreatif untuk mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh kreativitasnya. Kami ingin game kami dapat membuat orang bahagia.
Bagaimana Agate menyiasati agar biaya produksi game mobile
online demikian efektif dan berprospek ketika kemudian game itu dilepas
ke pengguna handset, tab, dan mobile user lainnya?
Semua terhubung dengan pengalaman. Game itu sebenarnya bukan masalah bisnis masa depan atau bisnis tradisional karena bisnis dan manajemen itu sama saja. Kami semua belajar ilmu manajemen dari buku setiap minggu dan ternyata ilmu yang kami pelajari melalui buku itu bisa diterapkan di game. Semua ilmu manajemen yang ada bisa dipelajari untuk efisiensi biaya atau efisiensi proses bisnis. Apalagi secara harfiah manusia memiliki kecenderungan untuk bermain. Singkatnya, pasarnya sebenarnya sudah terbentuk.
Adakah hambatan lainnya?
Bagi kami tidak terlalu terasa karena kami berada di kota besar. Namun, untuk penetrasi ke pasar memang cukup berbeda. Sekarang, pasar yang siap di Indonesia, sebagian besar ada di Pulau Jawa dan 33% di antaranya berpusat di Jakarta. Namun, kami percaya bahwa bisnis ini tumbuh. Jadi, kami tinggal menunggu.
Bagaimana Agate mengelola dan mengembangkan SDM terbaiknya?
Kami percaya pada kesamaan visi. Jadi, kami selalu mencari teman-teman bervisi serupa. Saat ini SDM Agate sudah mencapai 77 orang, dengan 18 di antaranya adalah founder. Ketika Agate selalu bisa meng-approve bahwa visinya makin mendekati kenyataan, maka orang akan respek. Hal ini kami realisasikan pada saat rekrutmen Agate.
Ekosistem ideal seperti apa yang dibutuhkan untuk bisnis game?
Kami harus bisa mengelaborasikan pasar, modal, talent, dan sustainability issues. Sayangnya, kami masih terkendala keempat isu itu. Jika saja semua dapat berjalan beriringan, saya percaya bisnis game kami bisa berbicara lebih di dunia.
Strategi apa yang dilakukan Agate untuk mereduksi kendala-kendala itu?
Sebagai game developer Indonesia, kami harus bisa meretas pasar Indonesia terlebih dahulu. Namun, rupanya cara ini sulit dilakukan karena di sini banyak pesaing dari Korea, misalnya. Itulah sebabnya mengapa kami mengambil cara masuk ke pasar luar negeri terlebih dahulu baru masuk ke dalam. Pasar lokal itu perlu diedukasi.
Lalu soal modal, kami butuh usaha lebih. Jadi, kami tidak butuh modal sama sekali, hanya saja kami tekan biaya dari awal. Misalnya, tiga bulan pertama, kami menggaji masing-masing kami Rp50.000. Lalu setelah itu kami sepakat setiap bulan gaji kami naik dua kali lipat. Sekarang pendapatan kami sudah cukup bagus, ya sudah di atas rata-rata.
Untuk talent, kami biasanya menginvestasi orang yang masuk ke Agate dengan memberinya kesempatan belajar selama enam bulan pertama. Pada masa-masa ini, kami juga memberi mereka gaji. Caranya harus seperti itu karena kami tidak bisa berharap kepada akademi. Saat ini kami juga sudah ekspansi dengan membentuk Divisi Agate Academy yang bertugas memberikan workshop gratis ke sekolah-sekolah, kampus, dengan memberikan kurikulum. Biasanya semua tergantung event, tetapi setiap kuartal itu ada.
Soal sustainability, kami beruntung karena founder Agate ada 18. Pada
awalnya kami memaksakan diri kami masing-masing dengan membaca buku
manajerial. Agak aneh memang, tetapi ini semua bisa berjalan baik karena
kami memang memiliki “will” bahwa bisnis ini adalah bisnis masa depan.
Bagaimana sistem pemasaran game-game Agate?
Kami kebanyakan B to B. Produk kami disponsori dan dibeli oleh perusahaan besar seperti Nokia dan Microsoft. Untuk sponsor, game kami buat sendiri lalu pemasarannya dilakukan oleh mitra perusahaan besar. Hasilnya kami bagi dua. Untuk B to C, kami masih belajar dan kami masih mencoba semua cara pemasaran.
Apa multiplier effect dari bisnis ini yang layak diangkat sebagai daya tarik?
Multiplier-nya adalah profitability, revenue, dan sebaran user yang besar. Game developer yang sukses biasanya marginnya di atas 50%. Bisnis ini seperti gambling sih. Kalau bagus, profit margin-nya bisa mencapai 90% lebih, tetapi kalau rugi ya totally lost.
Hal yang menarik adalah daya tularnya. Ketika social game mulai muncul dengan Facebook sebagai platform, maka daya tularnya sampai 0,3. Apabila hari ini ada 100 orang yang main, maka bulan berikutnya, ke-100 orang ini akan memberitahukan ke 30 orang baru lagi. Demikian seterusnya.
Keunggulan game lokal dibanding game impor?
Belum ada identitas game khas Indonesia. Berbeda dengan Jepang, Korea, dan Amerika. Pertanyaannya kemudian, keunggulan kita apa sih? Kita mempunyai kemampuan yang layak dan lebih murah.
Bagaimana ceritanya sehingga Anda terjun secara full-time ke bisnis game ini?
Awalnya pada 2007, saya berkumpul dengan 30 rekan di ITB untuk sharing belajar membuat game bersama. Dalam perjalanannya kemudian, sebagian rekan-rekan ada yang mengejar interest lain di musik dan bidang lain. Lalu pada 2009, ada rekan-rekan kami yang mau lulus. Maka akhirnya kami 18 orang (17 dari ITB dan 1 orang SMA) membangun komunitas Agate ini. Oh ya, hanya saya yang tidak lulus kuliah di ITB. Saya drop out pada tahun 2011 karena maksimal waktu. Ini tidak bisa dicontoh ya.
Anda tidak menyesal?
Tidak. Esensi terpenting saya kuliah adalah belajar dan saya banyak mendapat pelajaran ketika di ITB. Semua itu dorongan passion. Saya percaya bahwa industri game akan booming ke depan.
Baca Juga :
Posted by Anonim
on 09.48. Filed under
Drive News,
Game
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response