Bakteri Penghasil Sumber Energi
Seperti yang telah kita ketahui bersama,
energi fosil yang merupakan sumber energi utama pada saat ini, berasal
dari jasad renik makhluk hidup yang terkubur berjuta-juta tahun lalu.
Jasad-jasad renik tersebut diuraikan oleh bakteri-bakteri ataupun
mikroorganisme di dalam tanah sehingga mengalami pengubahan bentuk
menjadi minyak bumi, gas alam, maupun batu bara. Hal itu menggambarkan
bahwa bakteri-bakteri berperan penting dan besar dalam pembentukan
sumber energi fosil yang kita pergunakan selama ini.
Bakteri metanogen merupakan salah satu
jenis bakteri yang dapat menghasilkan sumber energi. Sumber energi yang
dapat dihasilkan oleh bakteri ini adalah biogas. Biogas merupakan gas
yang dilepaskan jika bahan-bahan organik difermentasi atau mengalami
proses metanisasi. Proses fermentasi (penguraian material organik)
tersebut terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terdiri atas
beberapa macam gas, antara lain metana (55-75%), karbon dioksida
(25-45%), nitrogen (0-0.3%), hydrogen (1-5%), hidrogen sulfida (0-3%),
dan oksigen (0.1-0.5%). Persentase terbesar dalam biogas ini, metan,
membuat gas ini mudah terbakar dan dapat disamakan kualitasnya dengan
gas alam setelah dilakukan pemurnian terhadap gas metan.
Sumber pembuatan gas metan ini berasal dari bahan-bahan organik yang
tidak memerlukan waktu yang terlalu lama dalam penguraiannya, seperti
kotoran hewan, dedaunan, jerami, sisa makanan, dan sortiran sayur. Dalam
menghasilkan gas metan ini, bakteri metanogen tidak bekerja sendiri.
Terdapat beberapa tahap yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama
dengan kelompok bakteri yang lain. Berikut ini merupakan tahapan dalam
proses pembentukan biogas :
1. Hidrolisis
Hidrolisis
merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang
menjadi senyawa yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-bahan organik
seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi menjadi senyawa
dengan rantai pendek, seperti peptida, asam amino, dan gula sederhana.
Kelompok bakteri hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.
2. Asidogenesis
Asidogenesis adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen, Desulfovibrio,
pada tahap ini memproses senyawa terlarut pada hidrolisis menjadi
asam-asam lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat dan asam format.
3. Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Penghasilan
biogas dapat mencapai kondisi optimum jika bakteri-bakteri yang
terlibat dalam proses tersebut berada dalam lingkungan yang nyaman.
Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
bakteri-bakteri penghasil biogas dapat menghasilkan gas secara optimum,
yaitu:
1. Lingkungan abiotis
Bakteri
yang dapat memproduksi gas metan tidak memerlukan oksigen dalam
pertumbuhannya (anaerobik). Oleh karena itu, biodigester harus tetap
dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2)).
2. Temperatur
Secara umum terdapat 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
a. Psikrofilik (suhu 0 – 25°C), optimum pada suhu 20-25°C
b. Mesofilik (suhu 20 – 40°C), optimum pada suhu 30-37°C
c. Termofilik (suhu 45 – 70°C), optimum pada suhu 50-55°C
Temperatur
merupakan salah satu hal yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri. Menjaga temperatur tetap pada kondisi optimum
yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, akan
meningkatkan produksi biogas.
3. Derajat keasaman (pH)
Bakteri
asidogen dan metanogen memerlukan lingkungan dengan derajat keasaman
optimum yang sedikit berbeda untuk berkembangbiak. pH yang rendah dapat
menghambat pertumbuhan bakteri asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4
dapat meracuni bakteri metanogenesis. Rentang pH yang sesuai bagi
perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7 sedangkan rentang pH bagi
bakteri pada umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman harus selalu
dijaga dalam wilayah perkembangbiakan optimum bagi bakteri agar produksi
biogas stabil.
4. Rasio C/N bahan isian
Syarat
ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Nilai rasio C/N yang
terlalu tinggi menandakan konsumsi yang cepat oleh bakteri
metanogenisis, hal itu dapat menurunkan produksi biogas. Sedangkan rasio
C/N yang terlalu rendah akan menyebabkan akumulasi ammonia sehingga pH
dapat terus naik pada keadaan basa hingga 8,5. Kondisi tersebut dapat
meracuni bakteri metanogen. Kadar C/N yang sesuai dapat dicapai dengan
mencampurkan beberapa macam bahan organik, seperti kotoran dengan sampah
organik.
Biogas
yang dihasilkan oleh sekelompok bakteri yang telah diuraikan di atas,
dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan
sumber energi fosil yang saat ini semakin menipis jumlahnya. Meskipun
sama-sama dihasilkan oleh mikroorganisme, namun pembentukan biogas tidak
memerlukan waktu yang sangat lama seperti pembentukan energi fosil.
Baca Juga :
Posted by Anonim
on 09.37. Filed under
Drive News,
energi
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response