Temukan Cara Membuat Biofuel Dari Lemak Binatang Buaya
Sampai sejauh ini, pengganti bahan bakar adalah minyak biodiesel yang
terbuat dari kedelai atau jagung. Masalahnya tumbuhan itu juga
digunakan sebagai makanan manusia dan hewan. Para peneliti di kampus
Lafayette di University of Louisiana mengklaim telah menemukan bahan
boifuel yang diambil dari lemak alligator (buaya bermoncong tebal dan
pendek).
Menurut prosfesor rekayasa kimia di universitas Lousiana bernama
Rakesh Bajpai, buaya dipanen untuk kulit dan dagingnya, sementara
lemaknya dibuang begitu saja. Alligator tidak seperti crocodile (buaya
bermoncong lebih meruncing) yang masuk dalam kategori hewan yang
terancam punah dan dilindungi. Sedangkan buaya masih berlimpah di
Lousiana.
“Jadi jika Anda mulai melihat alligator yang mati tertabrak kendaraan
di jalan, itu artinya Anda sudah tiba di Lousiana,” gurau Dr Bajpai.
Penelitian yang ia lakukan bersama lima orang timnya diterbitkan di
dalam jurnal Industrial Engineering Chemistry Research yang menyatakan
bahwa mereka berhasil mengubah 61% lemak alligator menjadi cair dan
dapat digunakan sebagai biofuel.
15 juta pound (6,8 ton) lemak alligator akan menjadi 1,23 juta galon
(4.656 liter) bahan bakar dengan kandungan energi 91% dari petroleum
diesel (minyak solar). Dr Bajpai dan para koleganya memperkirakan bahwa
sebuah pabrik besar bisa memproduksi biofuel dari lemak alligator dengan
harga US$2,40 per galon (sekitar Rp5.409 per liter), tidak termasuk
biaya transportasi lemak.
Sementara lemaknya sendiri diperkirakan tidak ada harganya selama ia
masuk dalam kategori limbah. Harga di atas tadi akan sangat bersaing
dengan minyak solar, di Lousiana tentunya.
Setiap tahun, kira-kira 15 juta kilogram lemak buaya dibuang ke dalam
tempat sampah sebagai hasil sampingan pemprosesan daging buaya.
Rupa-rupanya, lemak buaya adalah calon utama untuk biodiesel hewan yang
dapat diperbaharui
Kekurangan makanan di seluruh dunia telah menyebabkan kebuluran yang
meluas tahun ini, terutamanya di Afrika, yang menimbulkan beberapa
permasalahan tentang kekerasan (dan keadilan) menggunakan tanaman
makanan seperti jagung dan kacang kedelai untuk membuat bahan bakar
biofuel.
Sisa makanan adalah satu alternatif yang baik, dan kita telah melihat
banyak projek yang menggunakan minyak goreng restoran repurposed
sebagai biodiesel, misalnya. Tetapi ini hampir tidak dapat memenuhi
keperluan diesel negara pada tahun 2008. Lemak hewan dapat diambil dari
sisa makanan, tetapi beberapa lemak hewan tidak sangat sesuai untuk
pembuatan bahan bakar biofuel.
Penyelidik di Universiti Louisiana telah mencoba untuk membuat lemak
buaya menjadi sumber yang lebih baik. Srividya Ayalasomayajula,
Ramalingam Subramaniam dan rekan-rekan mereka tahu lemak buaya mempunyai
kandungan lipid tinggi, yang boleh menjadi calon biodiesel yang
menjanjikan.
Untuk menguji hipotesis ini, para ilmuwan memperolei beberapa contoh
lemak buaya beku dari mesin pengelola daging, dan diolah dengan
gelombang mikro untuk mengeluarkan lemak. Mereka juga menggunakan
pelarut kimia.
Ketua penyelidik, Rakesh Bajpai, dari American Chemcial Society
berkata: “Terdapat keraguan bahwa menggunakan kacang kedelai dan bahan
lain dari tanaman yang dapat dimakanan untuk menghasilkan bahan bakar
biodiesel akan menaikkan harga makanan.
“Kebanyakan dari 700 juta gelen biodiesel yang dihasilkan di Amerika
Syarikat datang dari minyak kacang kedelai.” Kajian ini diterbitkan
dalam Industrial & Engineering Chemistry Research.
Baca Juga :
Posted by Anonim
on 17.31. Filed under
Drive News,
energi
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response