Legenda pertunjukan budaya ditampilkan pancamuka
Lebih dari setengah abad yang lalu, tepatnya pada 1961, terilhami
sebuah kisah monumental dari tanah India, sekitar 300 nyawa berkumpul
menyesaki pelataran Candi Prambanan.
Disirami oleh cahaya purnama yang benderang, di atas panggung 25 x 60
meter mereka mengawali sebuah pertunjukan seni yang kemudian menjadi
identitas yang menyatu dengan akar budaya. Sebuah hiburan rakyat yang
murah, indah, dan bermakna. Hingga detik ini, pertunjukan seni itu masih
lestari.
“Dulu terlintas ide untuk menamainya pertunjukan balet, namun
ternyata ada sebutan yang lebih mengena. Sendratari Ramayana,” ungkap
Retno Maruti.
Pernyataannya melambung bukan tanpa alasan. Retno Maruti ada sejak
awal kelahiran sendratari Ramayana. Wanita berparas teduh ini merupakan
salah satu penari pelopor sendratari Ramayana pada tahun 1961. Saat itu
format sendratari Ramayana dianggap baru, karena tidak memasukkan format
dialog di dalam pertunjukkan. Murni tarian saja.
“Sendratari Ramayana pada masa kelahirannya merupakan upaya untuk
menerjemahkan dan mementaskan pemaknaan relief yang terjabar di tubuh
Candi Prambanan,” tambah Prof Dr. Timbul Haryono, pakar kebudayaan Jawa
kuno.
Tanda-tanda kehadiran cerita Ramayana di wilayah Indonesia sudah
terdeteksi sejak awal abad kelima. Pada abad kesembilan, tanda-tanda itu
semakin nyata dengan ditemukannya berbagai prasasti dari kerajaan
Mataram Hindu yang menyinggung soal Ramayana. “Dari kelahirannya pada
awal Masehi, kemegahan kisah Ramayana tersiar hingga Nusantara,” pungkas
Timbul.
“Pengunjung kami terus bertambah setiap tahunnya. Tahun lalu kami
didatangi 75 ribu pengunjung. Angka ini dicapai dengan bantuan
penampilan sendratari Ramayana yang mengagumkan. Tahun ini kami incar
angka 85 ribu,” sambung Purnomo Siswoprasetjo, direktur utama PT. Taman
Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Situs Candi Ratu Boko.
Sebagai langkah nyata untuk menyebarkan nilai budaya dari sendratari Ramayana dan meningkatkan awareness terhadap kesenian lokal, Purnomo beserta timnya juga melakukan roadshow ke sekolah-sekolah di kota besar. Mengundang para pelajar untuk ikut menikmati hiburan seni yang legendaris itu.
“Masyarakat harus menyadari, bahwa seni tari itu tidak hanya mengenai
olah raga, namun juga olah jiwa,” Prof. Dr. Wiendu Nuryanti angkat
bicara. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memaparkan secara
detail mengenai Festival Ramayana, yang akan dilaksanakan pada tanggal
12-15 Oktober 2012.
Selama empat hari, Panggung Terbuka Ramayana Prambanan akan dihiasi
penampilan-penampilan Ramayana. Uniknya, penampilan ini akan menyuguhkan
delapan versi berbeda dari sendratari Ramayana. Delapan versi itu
dipentaskan dengan gaya Sumatra Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Selatan.
“Mari kita buat 'renaissance' versi Ramayana,” lanjut Wiendu. “Salah
satu nilai utama kegiatan ini adalah merangsang kreativitas untuk
melahirkan koreografi dari seniman-seniman muda. Asalkan masih dalam
karakter dasar Ramayana, kreasi ini pasti akan menambah warna kepada
sendratari yang selama ini sudah hadir menghibur lebih dari 50 tahun,”
sahutnya.
Festival Ramayana diyakini bisa menjadi salah satu poros kebangkitan
seni tari yang selama ini dipercaya kurang menjadi perhatian. “Kami juga
sedang menyiapkan Festival Ramayana ini untuk dibawa ke panggung
internasional. Sepuluh negara yang punya versi Ramayana sendiri akan
diundang ke Indonesia pada tahun 2013. Kebudayaan ini harus tetap
lestari,” pungkas Wiendu.
Baca Juga :
Posted by Anonim
on 19.39. Filed under
culture budaya,
Drive News
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response