Tanda-tanda bencana alam
Tanda-tanda bencana alam – Menduga atau memprediksi
akan datangnya bencana dan menghindarkan diri dari bencana alam
sebenarnya telah dilakukan manusia sejak berabad0abad lalu. Dahulu kala
manusia memandang gempa bumi, gunung meletus, dan tsunami sebagai mitos
atau takhayul karena para dewi-dwei sedang murka. Seiring dengan
kemajuan pola pikir manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan, para
ilmuwan ingin mendepak pendapat yang menyesatkan tersebut.
Menurut sejarah, yang pertama kali menyelidiki gempa bumi
adalah bangsa Cina. Mereka mengembangkan sistem peringatan dini
terhadap gempa bumi dengan memakai ular sebagai ditektor. Hasil
percobaan tersebut terbukti bahwa binatang melata ini mampu menunjukkan
perubahan pola perilaku beberapa hari sebelum terjadi gempa bumi.
Ilmuwan Cina mengatakan bahwa ular-ular tersebut bertingkah laku aneh dan berusaha menghantamkan kepalanya ke dinding kandang untuk melarikan diri dari tempat tersebut. Mereka yakin ular bisa merasakan gempa dari jarak 120 kilometer, lima hari sebelum bencana itu terjadi. Ternyata, dari semua binatang di bumi, ularlah yang paling sensitif terhadap tanda-tanda gempa bumi.
Sebenarnya ada alat untuk mengukur intensitas getaran gempa bumi atau letusan gunung berapi yaitu seismograf. Akan tetapi, alat tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi secara tepat dan akurat gempa bumi yang akan terjadi. Salah satu cara yang memungkinkan untuk memprediksi gempa bumi adalah melalui ukuran tempat atau lokasi, waktu dan skala gempa bumi terjadi. Ketiga ukuran itu pun harus akurat sehingga penanggulangan bencana bisa dilakukan dengan cepat, tepat, dan aman. Namun sayangnya sampai saat ini prediksi gempa yang tepat dan teliti belum bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah karena tenda-tandanya tidak pasti dan tidak diduga sebelumnya.
Saat ini ada alat baru memprediksi gempa, yaitu sistem jaringan sensor yang mampu mendeteksi peringatan dini gempa bumi bawah laut dan kehadiran tsunami. Sistem ini terdiri atas peringatan sesimograf dan pengukur gelombang yang dihubungkan dengan satelit. Sebenarnya alat tersebut tidak sulit dipasang, tetapi sistem tersebut menjadi tidak bermanfaat jika tidak didukung dengan alat-alat komunikasi yang memadai.
Alat ini bisa segera memberi peringatan jika ada gempa bumi bawah laut yang bisa menimbulkan tsunami. Karena tidak setiap gempa menghasilkan gelombang raksasa, maka untuk memastikan kebeneran gelombang tsunami telah terbentuk, digunakanlah pengukur gelombang yang mampu mendeteksi perubahan ketinggian air. Selanjutnya sensor mengirim informasi tersebut ke sebuah pengapung di permukaan laut dan meneruskannya ke stasiun pengawas melalui satelit.
Seperti peristiwa gempa bumi di Aceh tanggal 26 Desember 2004 cyang lalu, sesungguhnya para petugas pemantau gempa di Hawaii sudah mendeteksi sinyal akan adanya gempa bumi. Akan tetapi mereka tidak mengetahui kapan dan di mana tsunami akan menerjang. Setelah mendengar laporan dari media bahwa tsunami menerjang Sri Lanka, mereka baru bisa memperingatkan penduduk di Kepulauan Madagaskar dan Mauritius tentang adanya gelombang tsunami.
Ilmuwan Cina mengatakan bahwa ular-ular tersebut bertingkah laku aneh dan berusaha menghantamkan kepalanya ke dinding kandang untuk melarikan diri dari tempat tersebut. Mereka yakin ular bisa merasakan gempa dari jarak 120 kilometer, lima hari sebelum bencana itu terjadi. Ternyata, dari semua binatang di bumi, ularlah yang paling sensitif terhadap tanda-tanda gempa bumi.
Sebenarnya ada alat untuk mengukur intensitas getaran gempa bumi atau letusan gunung berapi yaitu seismograf. Akan tetapi, alat tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi secara tepat dan akurat gempa bumi yang akan terjadi. Salah satu cara yang memungkinkan untuk memprediksi gempa bumi adalah melalui ukuran tempat atau lokasi, waktu dan skala gempa bumi terjadi. Ketiga ukuran itu pun harus akurat sehingga penanggulangan bencana bisa dilakukan dengan cepat, tepat, dan aman. Namun sayangnya sampai saat ini prediksi gempa yang tepat dan teliti belum bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah karena tenda-tandanya tidak pasti dan tidak diduga sebelumnya.
Saat ini ada alat baru memprediksi gempa, yaitu sistem jaringan sensor yang mampu mendeteksi peringatan dini gempa bumi bawah laut dan kehadiran tsunami. Sistem ini terdiri atas peringatan sesimograf dan pengukur gelombang yang dihubungkan dengan satelit. Sebenarnya alat tersebut tidak sulit dipasang, tetapi sistem tersebut menjadi tidak bermanfaat jika tidak didukung dengan alat-alat komunikasi yang memadai.
Alat ini bisa segera memberi peringatan jika ada gempa bumi bawah laut yang bisa menimbulkan tsunami. Karena tidak setiap gempa menghasilkan gelombang raksasa, maka untuk memastikan kebeneran gelombang tsunami telah terbentuk, digunakanlah pengukur gelombang yang mampu mendeteksi perubahan ketinggian air. Selanjutnya sensor mengirim informasi tersebut ke sebuah pengapung di permukaan laut dan meneruskannya ke stasiun pengawas melalui satelit.
Seperti peristiwa gempa bumi di Aceh tanggal 26 Desember 2004 cyang lalu, sesungguhnya para petugas pemantau gempa di Hawaii sudah mendeteksi sinyal akan adanya gempa bumi. Akan tetapi mereka tidak mengetahui kapan dan di mana tsunami akan menerjang. Setelah mendengar laporan dari media bahwa tsunami menerjang Sri Lanka, mereka baru bisa memperingatkan penduduk di Kepulauan Madagaskar dan Mauritius tentang adanya gelombang tsunami.
Baca Juga :
- 18 Anak Tewas Akibat Longsor Di China
- Gempa di Kanada 7,7 magnitude
- Penculik Bayi di Depok Ditangkap
- Cadangan Energi Menipis, Pemerintah Galakkan Konservasi Energi
- Bisnis Keluarga, Pilar Penting Ekonomi Asia
- Ini Pejabat Baru Bireuen
- Banjir Landa Empat Kabupaten
- Listrik di Kuba masih padam akibat Sandy
- Sukabumi Diguyur Hujan Es
