Berita Terbaru :
|

Bagikan Berita
Seni Macapat di Tembi Rumah Budaya

Seni Macapat di Tembi Rumah Budaya
Bapak Djoyo Sumarto tokoh macapat kabupaten Bantul, yang adalah karyawan Tembi Rumah Budaya, sudah sekitar sembilan kali malam Rabu Pon tidak dapat hadir dan memandu acara macapat yang rutin diadakan Tembi Rumah 

Budaya setiap selapan (35 hari) sekali, karena kondisi fisik yang sudah tidak memungkinkan lagi. Namun semangatnya dalam menghidupi seni Macapat tak pernah suruh. Hal itu tampak pada karya-karya beliau yang berbentuk tembang Macapat, seperti beberapa ‘potong’ tembang yang ditembangkan pada macapatan malem Rabu Pon tahap 113 berikut ini:

Memayu Hayuning Budaya

karipta dening: Djoyo Sumarto 

Dhandhanggula

1. Sagung warga karyawan ing Tembi
nyuwun mring Hyang Kang Maha Kuwasa
paringa Berkah Rohmate
kang dadya sedyanipun
hamemetri budaya Jawi
dadya keblating bangsa
darapon sempulur
ywa kongsi kalindhih marang
kabudayan kang angrusak jatidiri
jatidirining bangsa
Seluruh keluarga besar karyawan di Tembi
memohon kepada Tuhan
agar memberikan berkah dan rahmat
untuk sebuah tujuan
mewarisi dan menghidupi budaya Jawa
menjadi arah bangsa
supaya lancar
jangan sampai tertindih oleh
kebudayaan yang merusak
jatidiri bangsa

Seni Macapat di Tembi Rumah Budaya
2. Warga agung macapatan sami ndherek nyuwun tandhesing wardaya kasembadan sasedyane panjangka ingkang luhur ngrembakane budaya Jawi
kang mengku pralampita  kebak tutur luhur RBT dadya sarana nyaranani mrih budaya gung lestari ngrembaka Nusantara keluarga besar pecinta macapatan
ikut memohon dari dasar hati agar tercapai apa yang diinginkan cita-cita yang luhur mengembangkan budaya Jawa yang mengandug perlambang penuh dengan nilai luhur
 
Rumah Budaya Tembi menjadi sarana memvasilitasi supaya budaya agung tetap lestari berkembang Nusantara

Dua nomor tembang tersebut berisi ajakan mewarisi, menghidupi serta melestarikan kesenian tradisi, khususnya macapat agar tidak mati terhimpit oleh budaya yang merusak jatidiri. Selain dua nomor tembang yang tertulis di atas, ditampilkan pula karya Bapak Djoyo Sumarto yang lain dengan judul:

Urip lan Nguripi

karipta dening : Djoyo Sumarto
Dhandhanggula


Heh ta Jebeng sira sun jarwani
lahir kita aneng madya pada
ana ingkang nitahake
wineca mring Hyang Agung
ingkang nyipta bumi lan langit
isining jagad-raya
kang kumethip sagung
tu kutu walang ataga
kang kumethip tinitah dening Hyang Widdi
kanggo isining donya
Seni Macapat di Tembi Rumah Budaya

2. Jagad loro kang cinipta Gusti
ingkang cilik aranne manungsa
dene kobir jagad gedhe
jagad cilik puniku
pra manungsa tinitah urip
urip ingkang sampurna
samubarangipun
dadya kalifahing Allah
darbe wajib agawe tentreming jagad kobir
tan kena sinelakan

3. Mula kulup urip kita iki
kudu tansah eling lan waspada
waspada mring tumindake
eling marang Hyang Agung
yen ta tansah dipun awasi
cedhak tanpa senggolan
adoh nyamut-nyamut
uriping rasa pangrasa
jumbuh marang pamoring kawula Gusti
jatining uripira

4. Ujupira kidungan sinandi
urip iku mengku pralampita
mengkoni sagung uripe
urip tinuntun urup
urip kudu bisa nguripi
uriping pancandriya
kinarya panuntun
nuntun sumebaring rasa
hangebeki saranduning badanneki
napsu urip santosa

5. Kekidungan ing ratri puniki
kang kinarya mbeber panglucita
kang kudu den wedharake
sasanti ingkang luhur
datan kena rinasa gampil
lahir batin santosa
tan mingkuh ing kewuh
jumbuhing rasa-pangrasa
uripira kudu bisa hanguripi
uriping sedya mulya

Seni Macapat di Tembi Rumah Budaya

Tembang karya Bapak Djoyo Sumarto yang ditampilkan malam itu dibarengi dengan tembang-tembang dari Serat Centhini jilid 3 Pupuh atau bab 255 dan sebagian Pupuh 256. Isi tembang tersebut mengisahkan tentang berdirinya kerajaan Mataram yang dirintis oleh Ki Ageng Pemanahan. 

Diceritakan bahwa Ki Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya berhasil membunuh Arya Penangsang musuh Sultan Hadiwijaya. Oleh karena jasanya, Sultan Hadiwijaya memberikan Alas Mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan. Alas Mentaok itulah yang kelak kemudian hari menjadi kerajaan besar bernama Mataram.

Seperti malam Rabu Pon sebelumnya, acara macapat di pendapa Yudanegaran, Tembi Rumah Budaya ini diselingi dan dimeriahkan dengan gending-gending Jawa. Pada malam Rabu Pon tahap 113 yang berlangsung 25 September 2012 group karawitan yang mendapat giliran adalah group karawitan muda dari Bangunjiwa, Kasihan Bantul, dengan pelatih Ki Santosa.

Ada sekitar 30 peserta aktif yang datang dan nembang secara bergantian. Disamping peserta aktif ada peserta pasif, peserta yang tidak ikut nembang, hanya melihat dan mendengarkan, seperti malam itu ada satu mahasiswa dari Sanatadarma bergabung untuk menikmati tembang-tembang yang dilantunkan dan gending-gending yang dikumandangkan.

Selain diselang-seling antara tembang dan gending Jawa, ada kalanya keduanya disatukan. Beberapa pecinta macapat diberi kesempatan untuk nembang diiringi dengan gamelan. 

Tidak berlebihan jika beberapa peserta macapat menanti-nantikan acara macapat malam Rabu Pon yang terjadi pada siklus 35 hari sekali. Karena bagi mereka acara tersebut dapat sebagai hiburan untuk merabuk sukma dan mendangir raga. Raga yang mulai rapuh, yang dimiliki oleh sebagian besar pecinta seni tembang macapatan.


Baca Juga :


Posted by Anonim on 10.59. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response
comments powered by Disqus

Komentar Baru

Update Terbaru