Pasir Silisium Energi Masa Depan Murah Pengganti Bensin dan Energi Fosil
Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga diperlukan energi listrik, untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua maupun empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan di sekitar kehidupan manusia yang memerlukan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi dan gas bumi.
Selama bertahun-tahun sejak masa Orde Baru sampai Orde Reformasi,
pasir laut kita ditambang secara besar-besaran dengan kapal-kapal keruk.
Pasir itu dijual ke Singapura dan dipakai negara itu untuk mereklamasi
pantainya sehingga negara pulau itu bertambah areanya. Jadi, pasir laut
itu hanya dinilai sebagai tanah uruk (land-fill), dan karena dibeli
secara borongan dengan partai besar, harganya sangat murah. Padahal
seharusnya jika dapat dikelola dengan baik pasir tersebut dapat
digunakan sebagai sumber energi alternatif sehingga dapat digunakan
untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pasir terdapat di banyak tempat, baik dalam bentuk batuan atau pasir
seperti yang terdapat di gurun pasir. Pasir sebagian besar tersusun oleh
silisiumdioksida, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produksi
silisium. Dalam proses pengolahan silisiumdioksida menjadi silisium atau
bahan metal yang berwarna abu-abu dapat digunakan energi yang ramah
lingkungan dan disediakan oleh alam, yaitu energi angin atau tenaga dari
sinar matahari. Silisium merupakan bahan tidak beracun serta memiliki
kandungan energi seperti karbon, yang merupakan inti energi fosil.
Energi dalam silisium tersimpan dengan aman karena adanya ikatan kimia,
serta dapat dipindahkan ke tempat yang lain dengan aman.
Silisium murni merupakan bahan baku industri yang bernilai miliaran
dollar, karena silisium merupakan bahan baku untuk memproduksi chip
komputer dan silikon. Saat dilakukan proses produksi silisium menjadi
silikon diperoleh produk samping cair, Tetramethylsilan (TMS) yang
memiliki energi bakar sebesar bensin dari minyak bumi. Apabila TMS ini
dibakar, maka akan dihasilkan energi serta gas CO2 yang lebih sedikit
dibandingkan bensin serta pasir bersih. Dengan demikian, TMS ini bisa
digunakan sebagai bahan bakar alternatif masa depan, walaupun perlu
diperhatikan pasir yang dihasilkan selama proses pembakaran.
Reaktor silisium merupakan reaktor yang ramah lingkungan, karena
dalam proses pembakaran untuk menghasilkan energi, reaktor ini
menggunakan gas O2 dan N2 yang banyak tersedia di udara bebas. Panas
yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat digunakan untuk menjalankan
turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. Selain dihasilkan energi
panas, dalam proses pembakaran juga dihasilkan pasir dan silisium
nitrit, yang dapat digunakan untuk memproduksi keramik atau gelas.
Adapun dari silisium nitrit sendiri dapat dihasilkan gas NH3 atau
amoniak, yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar penggerak motor
atau mobil di masa yang akan datang. Selain itu, gas CO2, yang
dikeluarkan selama proses dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
methan, bahan bakar pengganti bensin.
Pengetahuan awal tentang penggunaan pasir sebagai bahan bakar
alternatif di masa mendatang masih perlu dikembangkan lebih lanjut.
Tetapi terobosan ilmiah ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak
baik pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian atau perguruan
tinggi yang memberikan prioritas dalam pengembangan energi masa depan.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi energi alternatif
yang cukup besar. Dengan sebutan negara agraris, negara maritim, negara
penuh gunung api, negara dengan seribu hutannya, dan masih banyak lagi
sebutannya merupakan lahan bagi energi alternatif. Dengan pemakaian
energi fosil yang cukup besar membuat membuat menipisnya simpanan hasil
tambang membuat negara-negara berlomba-lomba untuk memakai energi
alternatif. Sayang dibeberapa negara dengan keadaan alamnya yang
terbatas membuat kesulitan untuk menghasilkan energi alternatif.
Begitu juga Indonesia, disini keuntungan dari Indonesia, dengan
jumlah sumber alam yang cukup banyak membuat energi alternatif menjadi
cukup mudah, tetapi hal itu harus didukung dengan pemerintah dengan
membuat kebijakan yang mengarah untuk perkembangan pembuatan dan
pemakaian energi alternatif.
Pada pertemuan tahunan para ahli silisium bulan Mei 2000 di Tromse,
Norwegia, seperti yang diberitakan majalah Stren tanggal 9 November
2000, diperoleh ide untuk memanfaatkan pasir sebagai sumber energi
alternatif masa depan yang diungkapkan oleh Prof Nobert Auner dari
Universitas Frankfurt, Jerman. Ide ini diperolehnya setelah dia
mendengarkan presentasi Gudrun Tamme dari PT Wacker, Berghausen, Jerman,
tentang “Silisium dan Tembaga Dioksida dalam Produksi Silikon merupakan
Campuran yang Berbahaya?”.
Tema ini diangkat berdasarkan pengalaman PT Wacker pada tahun 1998
yang memproduksi silan (produk antara dalam proses produksi
silikon). Silo tempat penyimpanan silisium dan tembaga dioksida
menunjukkan kenaikan temperatur yang sangat tinggi, dari suhu ruang
menjadi 200 derajat Celsius dan bahan campuran dalam silo tersebut
menjadi sangat keras. Selanjutnya silo tersebut dikurangi isinya hingga
separuh, dengan harapan suhu akan turun. Akan tetapi, suhu dalam silo
masih tetap tinggi, bahkan suhu di tengah silo menunjukkan angka 400
derajat Celsius.
Para pekerja berupaya menurunkan suhu silo dengan cara menyiramkan
air pada bagian luar silo, karena sangat berbahaya apabila air bereaksi
dengan silisium maka akan terjadi reaksi panas yang luar biasa, bahkan
bisa menimbulkan ledakan pada silo. Usaha ini belum berhasil, kemudian
ditempuh upaya dengan mengalirkan gas nitrogen dan selanjutnya gas argon
untuk menurunkan suhu silo. Usaha yang ditempuh terakhir ini
menunjukkan hasil positif, suhu silo kembali normal.
Pada saat dilakukan penyaluran gas argon ke dalam silo, diketahui
adanya “lava” dalam bahan campuran di dalam silo tersebut. Lava ini yang
memberikan ide bagi Prof Nobert Auner untuk memanfaatkan pasir yang
memiliki penyusun utamanya silisium dapat digunakan sebagai sumber
energi alternatif masa depan. Kondisi tersebut merupakan ide dasar untuk
menggunakan pasir sebagai bahan bakar. Berdasarkan kondisi yang terjadi
di PT Wacker tersebut dan hasil penelitian di Universitas Frankfurt,
maka ada beberapa kemungkinan dalam pemanfaatan pasir tersebut antara
lain yaitu:
- Pasir terdapat di banyak tempat, baik dalam bentuk batuan atau pasir seperti yang terdapat di gurun pasir. Pasir sebagian besar tersusun oleh silisiumdioksida, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produksi silisium. Dalam proses pengolahan silisiumdioksida menjadi silisium atau bahan metal yang berwarna abu-abu dapat digunakan energi yang ramah lingkungan dan disediakan oleh alam, yaitu energi angin atau tenaga dari sinar matahari. Silisium merupakan bahan tidak beracun serta memiliki kandungan energi seperti karbon, yang merupakan inti energi fosil. Energi dalam silisium tersimpan dengan aman karena adanya ikatan kimia, serta dapat dipindahkan ke tempat yang lain dengan aman. Sebagai bahan pembanding pada tabel I ditampilkan besarnya energi yang dihasilkan oleh beberapa sumber energi alternatif.
- Silisium murni merupakan bahan baku industri yang bernilai miliaran dollar, karena silisium merupakan bahan baku untuk memproduksi chip komputer dan silikon. Dari silikon masih dapat diproduksi beberapa macam barang lanjutan seperti bahan pembuatan cat, payudara buatan, bahan kosmetik, contact-lens, keramik, dan ban mobil. Saat dilakukan proses produksi silisium menjadi silikon diperoleh produk samping cair, Tetramethylsilan (TMS) yang memiliki energi bakar sebesar bensin dari minyak bumi. Apabila TMS ini dibakar, maka akan dihasilkan energi serta gas CO2 yang lebih sedikit dibandingkan bensin serta pasir bersih. Dengan demikian, TMS ini bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif masa depan, walaupun perlu diperhatikan pasir yang dihasilkan selama proses pembakaran.
- Reaktor silisium merupakan reaktor yang ramah lingkungan, karena dalam proses pembakaran untuk menghasilkan energi, reaktor ini menggunakan gas O2 dan N2 yang banyak tersedia di udara bebas. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat digunakan untuk menjalankan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. Selain dihasilkan energi panas, dalam proses pembakaran juga dihasilkan pasir dan silisium nitrit, yang dapat digunakan untuk memproduksi keramik atau gelas. Selain itu, silisium nitrit bisa digunakan sebagai bahan pelapis yang tahan goresan, kelembaban udara, api, dan asam.
Di samping itu juga dihasilkan gas yang mempunyai komposisi 80 persen
gas N2, CO2, dan O2 yang mirip dengan komposisi gas di udara bebas
sehingga tidak banyak menimbulkan masalah polusi. Adapun dari silisium
nitrit sendiri dapat dihasilkan gas NH3 atau amoniak, yang juga dapat
digunakan sebagai bahan bakar penggerak motor atau mobil di masa yang
akan datang. Di samping itu amoniak juga bisa digunakan sebagai bahan
baku pembuatan pupuk urea atau pupuk nitrogen.
Apabila hal ini bisa dilaksanakan, maka akan dapat dilakukan
perbaikan proses untuk menghasilkan pupuk urea, yaitu dengan tidak
digunakannya lagi proses klasik Haber-Bosch yang membutuhkan temperatur
dan tekanan yang tinggi serta memerlukan biaya proses yang mahal. Selain
itu, gas CO2, yang dikeluarkan selama proses dapat digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan methan, bahan bakar pengganti bensin. Pembakaran
gas methan juga akan menghasilkan gas CO2 lagi, tetapi menurut Daniel
Herbst dari Universitas Karlsruhe, Jerman, dapat pula dihasilkan cairan
bahan bakar yang bebas CO2 melalui proses bioteknologi atau elektrolisa.
Pengetahuan awal tentang penggunaan pasir sebagai bahan bakar
alternatif di masa mendatang masih perlu dikembangkan lebih lanjut.
Tetapi terobosan ilmiah ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak
baik pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian atau perguruan
tinggi yang memberikan prioritas dalam pengembangan energi masa depan.
Di Indonesia yang selama ini dimanja dengan berbagai fasilitas
kekayaan alamnya, masih sangat rendah perhatiannya terhadap penggunaan
energi secara efektif. Hal ini sangat perlu diubah untuk mengantisipasi
era globalisasi yang semakin dekat, karena isu penggunaan energi atau
manajemen energi maupun manajemen lingkungan hidup akan menjadi isu
penting dari produk-produk perdagangan dunia. Dengan diberlakukannya ISO
14000 tentang manajemen lingkungan serta ISO 14040 mengenai Life Cycle
Assessment (LCA) semakin menyadarkan kita bahwa pengelolaan lingkungan
hidup, kekayaan alam, serta manajemen energi pasti akan menjadi salah
satu isu penting di dunia perdagangan internasional.
Baca Juga :
Posted by Anonim
on 03.44. Filed under
Drive News,
energi
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response