Anggota Polri Juga Berhak atas Bantuan Hukum
Berdasarkan ketentuan pasal 22 dan 23 UU No. 16 Tahun 2011tentang
Bantuan Hukum, penyeleggaran dan anggaran bantuan hukum di lingkungan
Polri harus segera dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM. Kelak, hanya
Kementerian Hukum dan HAM yang mengelola anggaran bantuan hukum.
Masalahnya, bantuan hukum di lingkungan Polri sudah menjadi praktik
berjalan jauh sebelum UU Bantuan Hukum lahir. Bantuan hukum diberikan
kepada setiap anggota Polri yang terkena kasus hukum. Bahkan Mabes Polri
memberikan bantuan hukum kepada para tersangka korupsi kasus simulator
SIM jika yang bersangkutan meminta.
Menurut Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) W. Marbun, perwira Divisi
Pembinaan Hukum Polri, pemberian bantuan hukum kepada anggota Polri
adalah kewajiban yang diamanatkan peraturan perundang-undangan. Sejumlah
peraturan telah memberikan hak atas bantuan hukum kepada setiap anggota
Polri, baik dari dinas maupun dari luar. “Itu hak setiap anggota Polri,
katanya di Jakarta (01/10).
Perwira polisi bergelar doktor ilmu hukum itu menunjuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 2003tentang
Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Pasal 13 PP ini menyebutkan setiap tersangka
atau terdakwa anggota Polri berhak mendapatkan bantuan hukum pada semua
tingkatan.
Bahkan Mabes Polri diwajibkan menyediakan tenaga bantuan hukum bagi
tersangka atau terdakwa anggota Polri yang disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas. Bantuan
hukum itu bisa menggunakan penasihat hukum dari institusi Polri (Divisi
Pembinaan Hukum) atau dari luar.
Sebagai tindak lanjut PP tersebut, terbit Peraturan Kapolri No. 7 Tahun
2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Nasehat Hukum di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemberian bantuan dan
nasihat hukum diberikan berdasarkan permohonan.
Namun berdasarkan Perkap ini, yang berhak mendapatkan bantuan hukum
bukan hanya anggota Polri aktif. Anggota kelurga Polri, purnawirawan
Polri dan keluarga, warakuri dan wredatama Polri dan keluarganya, bahkan
duda atau janda dari anggota Polri. Ini berarti pihak yang mendapatkan
bantuan hukum diperluas.
Siapa yang menanggung biaya bantuan hukum tersebut? Pasal 18 Perkap ini
tegas menyebutkan ‘semua biaya kegiatan bantuan dan nasihat hukum
(banhatkum) untuk kepentingan institusi dibebankan kepada anggaran
Polri. Di sini memang muncul pertanyaan: mana kepentingan institusi mana
yang tidak. Apakah seorang anggota Polri yang disangka melakukan tindak
pidana korupsi masuk kategori kepentingan institusi?
Salah satu contoh konkrit untuk kepentingan Polri adalah anggota Polri
yang dipersoalkan secara hukum karena menembak mati penjahat. Dalam
kasus ini jelas peruntukan bantuan hukumnya. Ukuran ‘kepentingan Polri’
itu dapat dibaca pada pasal 17 ayat (1) yang mensyaratkan dokumen surat
perintah agar mendapatkan banhatkum.
Payung hukum lain yang memuat hak anggota Polri atas bantuan hukum adalah PP No. 42 Tahun 2010tentang
Hak-Hak Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Pasal 5 PP ini tegas
menyebut hak anggota Polri atas ‘bantuan hukum dan perlindungan
keamanan’.
Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 7, setiap anggota Polri beserta
keluarganya berhak memperoleh bantuan hukum dari dinas baik di dalam
maupun di luar proses peradilan. Ketentuan lebih lanjut bantuan hukum
diatur lewat Perkap. Hingga kini, kata Marbun, yang berlaku masih Perkap
No. 7 Tahun 2005.
Lalu, apakah semua anggota Polri berhak mendapatkan bantuan hukum dalam
skema UU Bantuan Hukum? UU No. 16 Tahun 2011 sudah menegaskan kriteria
utamanya: miskin.
Baca Juga :
Posted by Anonim
on 02.05. Filed under
Drive News,
hukum
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response