Berita Bencana Dinilai Sering Bikin Bencana Baru
Berita di sejumlah media massa mengenai bencana alam yang tidak akurat
dinilai menyebabkan bencana baru. Petugas mitigasi dan penanggulangan
mengaku jadi kerepotan karena warga menjadi resah.
Contoh terbaru seputar naiknya status Gunung Tangkuban Parahu beberapa waktu lalu, dari normal menjadi waspada. Namun ada media massa yang melaporkan statusnya setingkat lebih tinggi, yaitu siaga.
"Mungkin wartawannya terlalu bersemangat, jadinya banyak warga Lembang yang bertanya harus mengungsi atau tidak," kata Hendrasto, petugas peringatan dini di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di Jatinangor, Sumedang, Senin, 24 September 2012.
Menurut staf PVMBG lainnya, Sri Sumarti, pada pemberitaan Gunung Merapi 2010, aktivitas gunung itu pernah diberi judul Merapi Menggeliat. Judul itu mengacu pada kondisi Merapi yang menyemburkan material setinggi 70-an meter. "Berita itu membuat masyarakat tidak bisa tidur," ujarnya.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono berharap berita seputar bencana alam seperti gunung api, longsor, dan banjir disajikan lebih akurat. Sebab, informasi itu sangat dibutuhkan segera oleh masyarakat. "Jangan media jadi media bencana," ujarnya.
Surono juga mengingatkan para jurnalis agar menjauhi sumber bencana, bukan mendekati. Pengalamannya di Gunung Kelud, ada wartawan yang nekat melaporkan berita dari dekat kawah. Begitu pula di Gunung Anak Krakatau beberapa waktu lalu. "Apa unsur pendidikannya," kata dia.
Salah seorang redaktur koran di Jawa Barat, Deni Yudiawan, mengakui adanya berita-berita bencana yang tidak akurat. Salah satu penyebabnya, wartawan tidak dibekali pengetahuan kebencanaan yang memadai.
Contoh terbaru seputar naiknya status Gunung Tangkuban Parahu beberapa waktu lalu, dari normal menjadi waspada. Namun ada media massa yang melaporkan statusnya setingkat lebih tinggi, yaitu siaga.
"Mungkin wartawannya terlalu bersemangat, jadinya banyak warga Lembang yang bertanya harus mengungsi atau tidak," kata Hendrasto, petugas peringatan dini di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di Jatinangor, Sumedang, Senin, 24 September 2012.
Menurut staf PVMBG lainnya, Sri Sumarti, pada pemberitaan Gunung Merapi 2010, aktivitas gunung itu pernah diberi judul Merapi Menggeliat. Judul itu mengacu pada kondisi Merapi yang menyemburkan material setinggi 70-an meter. "Berita itu membuat masyarakat tidak bisa tidur," ujarnya.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono berharap berita seputar bencana alam seperti gunung api, longsor, dan banjir disajikan lebih akurat. Sebab, informasi itu sangat dibutuhkan segera oleh masyarakat. "Jangan media jadi media bencana," ujarnya.
Surono juga mengingatkan para jurnalis agar menjauhi sumber bencana, bukan mendekati. Pengalamannya di Gunung Kelud, ada wartawan yang nekat melaporkan berita dari dekat kawah. Begitu pula di Gunung Anak Krakatau beberapa waktu lalu. "Apa unsur pendidikannya," kata dia.
Salah seorang redaktur koran di Jawa Barat, Deni Yudiawan, mengakui adanya berita-berita bencana yang tidak akurat. Salah satu penyebabnya, wartawan tidak dibekali pengetahuan kebencanaan yang memadai.
Baca Juga :
