Berita Terbaru :
|

Bagikan Berita
ICW Curigai Vonis Bebas 15 Anggota Dewan

JAKARTA - Indonesia Corruption Wacth (ICW) mencurigai vonis bebas kepada sejumlah anggota DPRD Kutai Kartanegara terkait dugaan kasus korupsi dana operasional APBD 2005 sebagai akal-akalan Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Daerah.

Juru bicara ICW, Emerson Junto, mengatakan hakim tidak jeli melihat landasan aturan yang dinilainya bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

"Hakim hanya melandaskan pada Peraturan Bupati No 149 tahun 2005. Hakim tidak mempertimbangkan PP 24 tahun 2004," kata Junto dalam eksaminasi publik di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (4/3/2012).

Dalam eksaminasi tersebut, hadir juga mantan Hakim Mahkamah Agung Asep Iwan Iriawan, praktisi hukum Iki Dulagin, dan Sekertaris Jenderal LSM Fitra, Yuna Farhan.

Menurut Junto, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2004 menyatakan belanja penunjangan kegiatan disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan pimpinan DPRD. Sehingga, dia menegaskan tanggung jawab tersebut ada di pimpinan DPRD. "Hakim keliru dalam pertimbangannya menilai yang bertanggungjawab adalah Sekertariat Dewan (sekwan)," katanya.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda pada 1 November 2011 membebaskan ketua DPRD non-aktif, Salehuddin. Dia didakwa terkait kasus korupsi dana operasional Dewan Rp2,6 miliar pada 2005.

Keputusan ini terjadi setelah sebelumnya Pengadilan Tipikor juga membebaskan 14 anggota DPRD Kutai Kartanegara pada kasus yang sama. Hanya dalam rentang empat hari, Pengadilan memvonis bebas mereka karena dianggap tidak terbukti melakukan korupsi.

Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada anggaran operasional DPRD Rp2,98 miliar. Diduga, anggaran ini disalahgunakan oleh 40 anggota DPRD periode 2004-2009.

Jaksa kemudian menjerat mereka dengan pasal 2 junto pasal 18 Undang-undang no 31 tahun 1999 yang diubah ke dalam UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi dan  pasal 55 junto 56 KUHP tentang memperkaya diri serta orang lain.

Menurut Junto, jaksa lemah dalam menyusun dakwaan dan tuntutan. Selain itu, dia juga menilai majelis hakim telah mengabaikan fakta hukum yang muncul selama proses persidangan. "Paling tidak ada tiga fakta hukum, dua hasil audit BPK, adanya perencanaan yang dilakukan para terdakwa, dan kwitansi rapel," terangnya.


Baca Juga :


Posted by Depok Online news on 03.07. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response
comments powered by Disqus

Komentar Baru

Update Terbaru