Tembakau Tumpuan Hidup Petani Jembarwangi
Dikala sejumlah komoditas tanaman tak mampu bertahan saat musim
kemarau yang berkepanjangan, tanaman tembakau menjadi harapan
satu-satunya para petani di Desa Jembarwangi, Kabupaten Tomo, Sumedang,
untuk menghidupi keluarganya.
“Tembakau justru lebih bagus hasilnya saat musim kemarau seperti ini.
Kalo tanaman lain mungkin sudah mati karena hujan tidak turun selama 5
bulan terakhir. Dalam satu kali panen, bisa 18 kilogram (kg) tembakau
untuk 1 kuintal daun, sedangkan dimusim penghujan hanya 10 kg,” kata
entem (40) salah seorang petani tembakau di Desa Jembarwangi, Sumedang
kepada Harian Terbit usai Panen Raya Tembakau, Minggu (2/9).
Dia menuturkan, meski harga tembakau saat ini merosot karena sejumlah petani memilih untuk menanam tembakau dimusim kemarau, namun dirinya mengaku tetap meraup keuntungan. “Untuk satu hektare dengan 5ribu tanaman tembakau, sedikitnya bisa mendapat Rp10 juta, itu belum dikurangi modal Rp3 juta untuk bibit dan pupuk. Kalo padi paling cuma dapat Rp4 juta dari 1 hektare lahan,” ujarnya.
Kendati demikian, kata dia, masalah permodalan dialami hampir seluruh petani didesanya. Untuk itu, Entem berharap pemerintah daerah (Pemda) bisa memberikan bantuan permodalan.
Sementara itu, Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Nana Suryana mengatakan, musim kemarau yang cukup panjang ini membuat tembakau menjadi pilihan terbaik bagi petani. Selain tahan terhadap lahan kekeringan, tembakau juga memiliki harga jual yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya.
Terhadap tingginya minat petani melakukan alih tanaman pada musim kemarau, Nana mengharapkan pemerintah pusat maupun daerah turut andil memberikan bantuan. Selain arahan dan penyuluhan untuk meningkatkan kualitas tembakau dengan kadar nikotin yang rendah, bantuan yang dibutuhkan petani juga berupa bantuan pemodalan serta tempat penyimpanan dan pengolahan (demplot).
“Kita juga minta agar harga tembakau ini diatur oleh Pemda, jadi ketika produksi melimpah harganya tidak turun drastis seperti sekarang ini,” tutur dia. Pada tahun lalu, harga tembakau berkisar antara Rp30.000 hingga Rp50.000 per kilogramnya, sekarang hanya Rp20.000 hingga Rp30.000.
Dia menuturkan, meski harga tembakau saat ini merosot karena sejumlah petani memilih untuk menanam tembakau dimusim kemarau, namun dirinya mengaku tetap meraup keuntungan. “Untuk satu hektare dengan 5ribu tanaman tembakau, sedikitnya bisa mendapat Rp10 juta, itu belum dikurangi modal Rp3 juta untuk bibit dan pupuk. Kalo padi paling cuma dapat Rp4 juta dari 1 hektare lahan,” ujarnya.
Kendati demikian, kata dia, masalah permodalan dialami hampir seluruh petani didesanya. Untuk itu, Entem berharap pemerintah daerah (Pemda) bisa memberikan bantuan permodalan.
Sementara itu, Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Nana Suryana mengatakan, musim kemarau yang cukup panjang ini membuat tembakau menjadi pilihan terbaik bagi petani. Selain tahan terhadap lahan kekeringan, tembakau juga memiliki harga jual yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya.
Terhadap tingginya minat petani melakukan alih tanaman pada musim kemarau, Nana mengharapkan pemerintah pusat maupun daerah turut andil memberikan bantuan. Selain arahan dan penyuluhan untuk meningkatkan kualitas tembakau dengan kadar nikotin yang rendah, bantuan yang dibutuhkan petani juga berupa bantuan pemodalan serta tempat penyimpanan dan pengolahan (demplot).
“Kita juga minta agar harga tembakau ini diatur oleh Pemda, jadi ketika produksi melimpah harganya tidak turun drastis seperti sekarang ini,” tutur dia. Pada tahun lalu, harga tembakau berkisar antara Rp30.000 hingga Rp50.000 per kilogramnya, sekarang hanya Rp20.000 hingga Rp30.000.


